The Templar Legacy (Steven Berry)
RANCANGAN BESAR DI RERUNTUHAN PURI
Setelah Dan Brown mengembuskan badai ke bangunan iman Kristen dengan Da Vinci Code yang mengusung tesis basi Yesus menikahi Maria Magdalena, Steve Berry penulis yang antara lain telah menghasilkan novel The Amber Room dan Romanov Prophecy, ikut-ikutan memicu badai yang baru.
The Templar Legacy, novel
Sang pengacara membuka novelnya dengan penyaliban ketua Ordo Templar ke-22, Jacques de Molay oleh Guillaume Imbert, di kulminasi kehancuran ordo. Setelah kekalahan di
Di masa kini, Stephanie Nelle, yang telah kehilangan Lars, suaminya dan Mark, anaknya, datang ke Kopenhagen, Denmark karena seseorang mengirim jurnal suaminya kepadanya. Cotton Malone, mantan agen lapangan Stephanie di Departemen Kehakiman, yang telah malih profesi sebagai pedagang buku antik di Kopenhagen bertemu dengan Stephanie setelah perempuan itu jadi korban rampok.
Ternyata ordo masih eksis. Tanpa diketahui khalayak, anggota ordo yang tersisa mengundurkan diri ke biara di
Raymond ternyata memiliki ambisi untuk mengembalikan kejayaan ordo. Dan untuk mencapai tujuannya, dia membiarkan Stephanie-Cotton masuk dalam rencananya. Dibayangi Raymond, Stephanie dan Cotton bersama sang Seneschal berusaha menguak apa sebenarnya yang dimaksud dengan Rancangan Besar (The Great Device).
Pencarian mereka yang berpatokan pada jurnal Lars melibatkan serangkaian pribadi dengan rahasia mereka masing-masing seperti Henrik Thorvaldsen, Cassiopeia Vitt, dan Royce Claridon. Perlahan-lahan mereka berhasil menyingkapkan apa yang terjadi di masa lalu di pedesaan Prancis yang melibatkan sosok bernama Berenger Sauniere, sebagai rambu-rambu menuju kepada penemuan Rancangan Besar.
Cerita mencapai klimaks di sebuah situs Templar dekat St. Aguluos. Rancangan Besar ternyata telah menanti di
Persis seperti Da Vinci Code, hanya dengan karakter antagonis dan rahasia yang berbeda. Rahasia mengenai Rancangan Besar itulah sebenarnya yang menjadi daya tarik novel ini, menciptakan tanya di benak pembaca dan mencetuskan ketegangan.
Selain Raymond, tokoh-tokoh lain berkesan biasa-biasa saja. Stephanie dan Cotton jelas bukan duet yang menarik. Sang Seneschal walaupun bukan karakter yang menarik, tetapi memberi warna dengan pengungkapan mengejutkan siapa dia sebenarnya di tengah novel. Tokoh ketua yang baru meninggal ternyata telah menjadi screenplayer untuk sebuah drama yang penting bagi ordo.
Cerita mengambil setting Eropa tentu saja cukup menarik. Tetapi perihal Cotton Malone yang menjadi pedagang buku antik di Kopenhagen terasa dipaksakan kendati penulis menjabarkan latar belakangnya. Kenyataan itu memang sengaja dirancang
Secara keseluruhan, The Templar Legacy cukup menarik. Namun, berulang dihadapkan pada tema kontroversi yang berporos pada eksistensi Yesus, akan membuka kemungkinan terciptanya kebosanan. Sebagai intinya, novel ini sebenarnya tidak lebih dari upaya
Data Buku:
Judul Buku: The Templar Legacy (Warisan Templar)
Penulis: Steve Berry
Penerjemah: Esti Ayu Budihabsari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2006
0 komentar:
Posting Komentar