Sabtu, 02 Mei 2009

Ada Seseorang di Kepalaku Yang Bukan Aku (ANB)


Dari sampul dan judul yang ditata secara tidak lazim, antologi cerpen dari penulis novel Imperia ini sepertinya hendak tampil beda. Pendapat ini juga ditegaskan oleh penataan tampilan cerpen di dalamnya, walaupun hanya pada beberapa cerpen. Kumpulan cerpen ini cukup kaya informasi. Paling tidak kita akan lebih mengenal sosok penulisnya, Akmal Nasery Basral dan latar belakang terkumpulnya 13 cerpennya dalam kumpulan ini. Satu hal yang ingin diungkapkan Akmal adalah bahwa kumpulan cerpennya ini merupakan realita dari sebuah tesis yang disampaikan Paulo Coelho dalam The Alchemist.

Kecuali cerpen berjudul "Seekor Hiu di Cangkir Kopi", cerpen-cerpen dalam kumpulan ini telah dikorankan oleh beberapa surat kabar. Bahkan ada yang terbit saat naskah sudah dalam persiapan cetak. Sastra Koran memang tengah popular di Indonesia. Setidaknya dengan mengorankan tulisannya sebelum kemudian dibukukan, penulis mendapat pendapatan ganda. Kelebihan lain, sastra Koran bisa diakses siapa saja dengan gampang dan murah. Sebuah cara yang mujarab untuk mengaktualisasikan kepengarangan seorang penulis.

Pada dasarnya, kemasan dan isi kumpulan ini cukup menarik. Cerpen tampil cukup variatif. Mungkin karena latar belakang Akmal adalah seorang wartawan, secara tematik, cerpen-cerpennya lahir dari pekerjaannya yang penuh warna. Kita akan membaca tema-tema cerita yang berjalan sendiri-sendiri dan hal itu wajar, tidak ada aturan yang mengharuskan sebuah kumpulan cerpen harus dibuhul oleh tema yang sama. Bahkan sebuah cerpen dengan tema yang sama bisa menimbulkan kebosanan karena akan cenderung monoton.

Membaca antologi ini, kita akan dibawa dalam berbagai karakter-karakter imajinasi Akmal. Nila yang gila setelah menjagal suami dan anak-anaknya, dipenjarakan dan bukannya dirumahsakitjiwakan. Midun dan Halimah yang melompat "keluar" dari tulisan Sutan Sampono Kayo, bercakap-cakap di Budha Bar, kemudian salah satunya menyebabkan tewasnya sang pengarang tersantun di dunia. Aida, wartawati berdarah Irak, bekerja di Yordania dan datang ke Indonesia mencari cintanya. Perempuan Bandar Angin berbibir rekah (karena tergigit ayahnya sewaktu bayi) menunggu-nunggu kedatangan ayahnya yang tak kunjung muncul yang rupanya seorang tapol yang menghamili ibunya ketika dibuang ke Pulau Buru. Hamdan yang sudah gede tetapi tetap harus tidur memakai kelambu karena ingin terus merasakan nikmatnya hidup dalam kehangatan rahim ibunya. Boyon, Jems Boyon yang membawa beban dalam hidupnya karena menyandang nama pemberian bapaknya yang diadaptasi dari nama James Bond. Mantan bupati tukang selingkuh yang kehilangan istri dan anak-anaknya kemudian hidup menantang Tuhan. Semua karakter menarik diangkat Akmal dalam cerpen-cerpennya.

Akmal bermain-main membingungkan pembaca dalam "Tewasnya Pengarang Tersantun di Dunia" dan "Prolog Kematian". Bermain romantis dan sendu dalam "Dilarang Bercanda dengan Kenangan" dan "Seekor Hiu di Cangkir Kopi". Bermain kocak dalam "Kelambu" dan terutama "Boyon". Menyengat realita dalam "Lebaran Penghabisan" dan "Lelaki yang Berumah di Tepi Pantai". Dan terasa biasa-biasa saja dalam "Lelaki Gagah" dan "Perkabungan Hujan".

Dalam hampir semua cerpennya, Akmal menebarkan aroma populer yang rupanya digeluti dan sangat dikuasainya. Musik. Film. Bintang film. Tetapi rupanya itu telah menjadi ciri khas Akmal seperti halnya dalam novel Imperia. Satu yang perlu dia cegah dalam karya-karya berikut adalah jangan sampai informasi-informasi yang tidak penting mengambil tempat terlalu banyak dalam cerita karena kegemarannya berbagi informasi. Akmal juga coba menampilkan secara berbeda beberapa cerpennya seperti "Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku", "Perkabungan Hujan", dan "Seekor Hiu di Cangkir Kopi", tetapi sebetulnya tidak berdampak pada isi cerita, selain sekedar upaya untuk tampil beda saja.

Tetapi secara keseluruhan, Akmal menyusun cerita-ceritanya secara menarik dengan kalimat-kalimat yang efektif dan cerdas. Teknik penyajian Akmal memberi dampak pada kenikmatan untuk mencernak cerpen-cerpennya.

Akmal bukan jenis pengarang yang gemar bermain simbol, sederhana, tetapi memikat. Sekali jalan, kita bisa menuntaskan seluruh isi antologinya sekaligus menikmatinya.

Walaupun bermain di ranah yang berbeda dengan gaya berbeda, saya mencernak cerpen-cerpen Akmal seenak mencernak cerpen-cerpen Damhuri Muhammad dalam "Laras: Tubuhku Bukan Milikku (Dastan Books, 2005)" atau Agus Noor dalam "Potongan Cerita di Kartu Pos (Kompas, 2006)".

Mungkin sebaiknya Akmal menghindari ungkapan-ungkapan aneh seperti "sepersejuta kerjap mata" (Prolog Kematian). Walaupun paham maksudnya, ungkapan itu terasa janggal. Penyuntingan yang baik tentu saja dibutuhkan juga. Baca hal. 100 (Lebaran Penghabisan). Pada paragraf pertama baris kedua Akmal menulis " Makam ibu Maryati juga dikuburkan tak jauh dari situ". Jelas maksudnya, ibu Maryati yang dikuburkan di situ, bukan makam ibu Maryati.

Tak ada yang baru di bawah matahari (hal. 263), begitu Akmal mengutip kitab Pengkhotbah. Benar. Tetapi segala sesuatu ada saat pertamanya, dan tidak ada yang salah untuk menjadi pencetus saat pertama, termasuk dalam menulis cerpen. Terinspirasi sah-sah saja, tetapi ada batasannya.



Data Buku:
Judul Buku: Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku
Penulis: Akmal Nasery Basral
Penerbit: Ufuk Press, Jakarta
Cetakan I : Desember 2006


0 komentar: