Burung Kolibri Merah Dadu (Kurnia Effendi)
Kurnia Effendi, yang oleh teman-temannya sering disapa Kef, adalah penulis cerpen yang tumbuh di halaman-halaman majalah remaja seperti Gadis dan Anita Cemerlang. Sekarang ia dikenal sebagai seorang penulis cerpen prolifik. Dari lahan imajinasinya yang subur telah lahir 4 kumpulan cerpen yaitu Senapan Cinta (2004), Bercinta di Bawah Bulan (2004), Kincir Api (2005) dan Aura Negeri Cinta (2005). Kef adalah seorang cerpenis yang piawai, tangkas dalam seleksi diksi dan indah dalam perangkaian kata. Tuturannya seringkali lembut, bening dan halus. Oleh karena itu, ketika menggunakan nama Nia Effendi, banyak orang yang menyangka dia seorang perempuan. Cerpen-cerpen Kef yang umumnya merambah wilayah romantis selalu menarik. Tidak sekadar manis, tetapi gurih dan segar. Membaca rangkaian kata-katanya, meminjam ungkapan Meg Cabot (penulis serial The Princess Diaries) ketika mengomentari To Kill a Mockingbird karya Harper Lee, oleh Kef every word has been as carefully strung together as if it were a precious jewel. Saya kira, siapa pun yang telah membaca cerpen-cerpen Kef dalam setiap antologi cerpennya akan setuju.
Bertepatan dengan momen hari kasih sayang, 14 Februari 2007, Kef meluncurkan kumpulan cerpennya yang kelima bertajuk indah Burung Kolibri Merah Dadu. Burung Kolibri Merah Dadu adalah kumpulan cerpen Kef yang ditulis dalam rentang waktu 2 dekade lebih, sejak tahun 1983 (Langit Makin Ungu) sampai tahun 2006 (Cinta Separuh Malam). Oleh karena itu, antologi ini bagaikan rekaman perjalanan Kef dalam belantika sastra
Angsa Putih terpilih sebagai sajian pembuka yang cantik. Ceritanya sebenarnya sangat sederhana. Kisah cinta yang tidak pasti antara Paramita dan Faisal, seorang pria yang hampir tidak percaya cinta dan kesetiaan. Faisal menghilang dari kehidupan Paramita dan sebuah patung porselen miniatur seekor angsa putih pemberiannya menjadi pengganti kehadirannya. Angsa putih disepakati oleh keduanya sebagai lambang kesetiaan, ide yang lahir setelah menonton film Out of
Sekalipun sangat sederhana, dengan mulus Kef berhasil mengolah cerita ini menggunakan perspektif penceritaan orang kedua yang begitu menawan, sehingga cerpen seakan-akan menjadi curhat seorang Paramita terutama kepada pembaca pria. Cerita yang diawali dengan sendu pada saat pecahnya patung porselen angsa putih, berakhir manis, bertolak belakang dengan kisah cinta dalam Out of
Tema cinta yang memiliki kecenderungan manis juga dapat ditemukan dalam Gerimis Februari dan Hari-hari Merah Jambu. Gerimis Februari diceritakan dengan kalem dan terkendali sebagaimana cinta yang berkembang dari persahabatan yang manis. Kef memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memberi akhir pada cerpen ini walau seperti pengakuannya ide ceritanya adalah kisah cinta dengan perempuan yang sekarang menjadi istrinya. Hari-hari Merah Jambu yang semanis judulnya terkesan bak film-film romantis
Walaupun masih seirama dengan cerpen-cerpen sebelumnya, Sekuntum Lily yang berkisah tentang cinta segitiga antara Fatin, Yuda, dan Uka menunjukkan bahwa meski sering rumit cinta tetap bisa memberikan harapan. Kerumitan cinta yang manis juga dapat ditemukan dalam Burung Kolibri Merah Dadu yang menceritakan tentang Fransiska yang kembali ke
Cinta di tangan Kef tidak berarti selalu merah jambu. Dalam Langit Makin Ungu, Nana yang tidak sanggup melepaskan cengkeraman masa lalu menolak kehadiran Basunondo tetapi menyesali keputusannya saat pria itu memutuskan meninggalkan tanah air. Arga, seorang anak muda yang populer di antara gadis-gadis, harus menerima penolakan Seruni demi cinta perempuan lain, sebagai bentuk kebeningan hati gadis itu (Di Ujung Senja). Harry Sarjono, setelah menikmati kebersamaan yang indah dengan Keiko yang membuatnya berpikir tentang cinta, ditinggalkan Keiko dalam ketidakpastian (Berjalan di sekitar
Dua cerpen, Merpati Stefani dan Cinta Separuh Malam seperti butir yang lepas dari rangkaian cerita Kef. Kedua cerpen ini tidak bercerita cinta seperti cerpen-cerpen lainnya. Cinta dalam Merpati Stefani adalah cinta seorang gadis bernama Stefani kepada sepasang merpati dan cinta burung-burung itu sendiri. Sedangkan Cinta Separuh Malam bertutur tentang pertemanan seorang penulis yang tidak lain adalah Kef di masa depan dengan seorang perempuan separuh baya pemilik toko buku.
Hal lain yang ditangkap pada eksplorasi Kef adalah pembubuhan kejutan pada akhir cerpen-cerpennya. Hari-hari Merah Jambu, Langit Makin Ungu, Di Ujung Senja menjadi contoh cerpen Kef dengan akhir yang mengejutkan.
Tetapi, Angsa Putih dan Sepanjang Braga akan menjadi favorit karena keindahan puitis yang mengiris yang ditorehkan Kef dengan elegan.
Seluruh cerpen Kef dalam buku ini walaupun terentang dalam kurun waktu yang cukup panjang memiliki persamaan yaitu disajikan dengan
Secara pribadi saya tidak sepakat jika cerpen-cerpen remaja Kef dibandingkan misalnya dengan teenlit dan dirasakan 'kuno' karena cara penyajiannya. Bahasa selalu berkembang, dan kita tahu pasti pada tahun-tahun keaktifan Kef menulis cerpen remaja, saat itu remaja juga sudah memiliki bahasa gaul sendiri. Tetapi ketika itu, Kef membuktikan dirinya bisa memikat para pembaca seperti yang diungkapkan Reda Gaudiamo (hlm. XV) tanpa memaksakan diri menggunakan bahasa gaul yang sering mengaburkan batas antara bahasa lisan dan tulisan. Pilihan Kef dengan bahasa yang apik dan indah justru menjadi semacam positioning bagi karya-karya yang dihasilkannya.
Pada tahun 2005, penerbit Grasindo bekerja sama dengan Radio Nederland Seksi
Judul Buku:
Judul Buku : Burung Kolibri Merah Dadu
Penulis : Kurnia Effendi
Penyunting : Imam Risdiyanto
Terbit : Cetakan 1, Februari 2007
Penerbit : C| Publishing
0 komentar:
Posting Komentar