Sabtu, 02 Mei 2009

Yang Liu (Lan Fang)



WAJAH "TERBELAH" LAN FANG




Sepertinya tahun 2006 menjadi tahun hoki bagi perempuan penulis bernama Lan Fang. Perempuan "kebetulan" ini melahirkan kumpulan cerpen Laki-laki Yang Salah pada Januari 2006 (Gramedia Pustaka Utama) berisi 15 cerpen. Belum juga setahun (dilihat dari jadwalnya melahirkan), pada bulan Oktober 2006 Lan Fang telah melahirkan lagi. Bayi berikutnya adalah novel berjudul Perempuan Kembang Jepun (Gramedia Pustaka Utama). Setelah melahirkan Perempuan Kembang Jepun yang merupakan tour de force seorang Lan Fang sepanjang karier kepenulisannya hingga sekarang, Desember 2006 mengikuti istilahnya, Lan Fang "beranak" lagi. Kali ini proses bersalin Lan Fang dibidani oleh Bentang Pustaka.

Sering membaca karya Lan Fang, entah kenapa terasa aneh melihat bukunya di-display toko buku dan tidak berniat untuk membacanya (tentu saja setelah membeli).

Kali ini proses ngeden Lan Fang mewujud dalam "sel" 15 cerpen yang menjadi "jaringan" buku dengan judul Yang Liu. Semuanya serba perempuan. Maksudnya tokoh utamanya adalah perempuan seperti gender sang penulis.

Mau tidak mau, kita "dipaksanya" untuk mengacungkan dua jempol buat usahanya terus berkiprah di belantika sastra Indonesia. Ketika penulis-penulis cerita remaja sezamannya menghilang dari peredaran, ternyata Lan Fang tetap setia pada rotasinya.

Salah satu keunikan Yang Liu adalah penggunaan nama penulisnya, Lan Fang, dalam 9 cerpen yang ada. 5 cerpen tidak memberikan nama buat karakter utamanya, 1 cerpen perempuannya diberi nama Putri/Apel. Menurut cerpen berjudul Yang Liu, Lan Fang berarti "bunga anggrek yang harum semerbak". Padahal nasib perempuan-perempuan dalam ceritanya lebih cocok dengan kelopak bunga (yang berguguran setelah bunga mekar) daripada kuntum bunga itu sendiri.

Di kanvas estetika yang dibentangkan Fang, perempuan 'lan fang' yang beraneka rupa itu menjelma sosok yang terpuntir oleh hidup, nasib, cinta dan laki-laki. Potongan-potongan kehidupan para 'lan fang' disambung oleh Fang menjadi semacam "quilt" yang utuhnya menyajikan kesenduan. Terkadang malah sapuan "kuas" kata-kata perempuan kelahiran Banjarmasin 5 Maret 1970 ini berubah menjadi sapuan ujung skalpel yang menyebabkan perih di hati pembaca.

Cerita Ini Dimulai dari Tengah membuka sajian Fang. Rupanya disengaja karena cerpen ini menjadi salah satu ekspresi estetika Fang yang menonjol dalam antologi ini. Cerita dituturkan menarik menggunakan 2 pelaku sebagai pencerita yang berganti-ganti setiap pertemuan. Cerpen ini tergolong salah satu cerpen "perih" versi Fang yang menghadirkan tokoh perempuan tanpa payudara yang membunuh suaminya. Di ujung cerpen, Fang mengejutkan pembaca untuk alasan pembunuhan yang dilakukan Lan Fang, tokoh cerpen tersebut.

Setelah pembukaan yang manis, Fang menebarkan aroma sendu berulang kali.

Dreams Come True. Perempuan impulsif yang mendambakan kesempurnaan mimpi-mimpinya.

Yang Liu. Perempuan biasa yang menolak cinta laki-laki setelah pengalaman tragisnya dengan beberapa laki-laki.

Pangeran Kodok dan Putri Duyung. Perempuan pengarang ecek-ecek yang mengidamkan lahirnya sisi romantis kekasihnya yang menempatkan uang di atas segalanya, terutama cinta.

Aku, Denny, dan Matius. Perempuan lajang yang mempertanyakan pentingnya sebuah perkawinan kepada sahabat baiknya yang seorang laki-laki.

Istana Ilalang. Perempuan kesepian yang bercerai dari suaminya dan melarikan diri dalam tugas liputan di Borobudur untuk menghindari perkawinan mantan suaminya.

Ucal dan Si Monyet. Perempuan lajang yang mendadak merasa ngeri akan menghabiskan waktu sendirian jika teman laki-laki yang dekat dengannya menikah, sehingga menawarkan pernikahan kepada temannya itu.

Ulang Tahun Koko. Perempuan janda beranak satu yang terancam pemecatan sebagai pegawai asuransi padahal begitu banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi termasuk untuk ulang tahun anak yang dicintainya.

Kemudian, pada mozaik cerpen yang kesembilan, Lan Fang bak keluar dari kerumunan cerita senada seiramanya. Rumah Tanpa Cermin adalah cerpen terindah dan terkuat Fang yang ditulis dalam antologi ini. Selain pemilihan judul dan tema yang elok, Lan Fang dengan pintar memberikan kita cermin untuk melihat refleksi diri kita sendiri melalui karakter perempuan dalam cerpen ini. Cerpen juga ditutup dengan efektif.

Setelah itu, kita diperkenalkan dengan Orasis. Ada seorang perempuan muda, cantik, dan kaya, tetapi hidup dalam kepalsuan. Namanya Putri, tetapi ia memaksa untuk dipanggil Apel.

Fang kemudian melanjutkan dengan Toast, menghadirkan perempuan yang hanya hidup dalam bayang-bayang kekasihnya. Ia bertemu seorang bartender di sebuah kafe dan mendadak keduanya menjadi pujangga.

Setelah Toast, Fang menyuguhkan Calon Menantu sebuah cerpen tentang seorang laki-laki bangsawan Jawa yang kehilangan kewarasannya. Kali ini Fang menunjukkan bahwa gadis Cina, walaupun dipandang rendah, ternyata bisa sangat meremukkan hati seorang laki-laki (yang dianggap) pribumi di Indonesia.

Dua Perempuan adalah kisah Fang mengenai 2 perempuan yang bertemu di sebuah wisma. Kembali Fang bertutur ala Cerita Ini Dimulai dari Tengah. Cerpen ini juga bisa dikatakan sebagai hasil proses mengejan Fang yang manis. Kedua perempuan yang diceritakan Fang dan tak diberi nama itu ternyata memiliki satu kesamaan yaitu menjalin hubungan dengan laki-laki beristri. Bedanya adalah paradigma mereka terhadap kehidupan yang dijalani.

Dalam Gong Xi Fa Chai, perempuan ciptaan Fang berbeda dengan perempuan-perempuan ciptaan lainnya. Perempuan ciptaannya kali ini adalah perempuan tua yang hidup sesuai filosofi fu lo shou. Pada usia 82 tahun dia mengenang dengan perasaan rawan bagaimana waktu mengerat tradisi yang seharusnya dipertahankan. Fang menutup cerpen ini dengan lirih. Dalam cerpen yang manis-sendu ini, Fang seharusnya berhati-hati menggunakan tokoh populer dalam cerpen. Kali ini Fang menggunakan Lin Ching Shia. Pada waktu berumur 7 tahun, si nenek telah dibandingkan dengan Lin Ching Shia. Hal itu tentu saja sudah tidak logis mengingat tidak mungkin ada anak kecil umur 7 tahun disamakan dengan perempuan dewasa (hal. 156). Pada usia 82 tahun, si nenek menceritakan bahwa anak perempuannya yang bernama Yi Che (hal. 163) mirip dengan Lin Ching Shia. Bagaimana mungkin? Berapa umur Lin Ching Shia ketika si nenek berumur 82 tahun? Jika dihitung-hitung mungkin sudah seratus tahun lebih. Padahal Lin Ching Shia yang artis cantik itu kan belum setua itu!

Menutup untaian serba perempuan Lan Fang, kita dihadapkan dengan perempuan yang sudah bosan 'beranak" dalam Bayi Ketujuh. Perempuan ini merasa sudah seperti cetakan puding agar-agar jelly. Setelah melahirkan 6 anak perempuan, dia harus melahirkan lagi anak ketujuh dengan harapan akan mendapatkan anak laki-laki. Sebuah cerpen sederhana, tetapi bernas dan cerdas, sehingga menjadi penutup yang pas buat antologi cerpen ini.

Akhirnya, karena antologi ini serba perempuan, seperti kata-kata Lan Fang (hal. 178), apa yang terjadi pada karakter-karakter perempuan ciptaannya bisa terjadi pada semua perempuan. Jadi, wahai perempuan, bacalah buku karya Lan Fang ini untuk menjadi "cermin" pribadi. Setelah "bercermin", kira-kira dalam cerpen mana Anda berada?




Data Buku:

Judul Buku : Yang Liu
Penulis : Lan Fang
Penyunting: Imam Risdiyanto
Terbit : Cetakan 1, Desember 2006
Penerbit: Bentang Pustaka

0 komentar: