Minggu, 03 Mei 2009

The Historian (Elizabeth Kostova)


DRACULA: LEGENDA, BIBLIOPHILE, DAN SEJARAWAN


"Tidak semua orang yang menggali sejarah dapat menerima hasilnya. Dan bukan hanya menggali sejarah yang dapat membahayakan kita; kadang sejarah itu sendiri pun dapat mengulurkan cakar-cakarnya yang muram dan mencengkeram kita"

The Historian (Sang Sejarawan) adalah debut penulis Amerika, Elizabeth Kostova sebagai penulis novel. Perempuan kelahiran New London, Connecticut, 26 Desember 1964 ini tercatat sebagai lulusan Universitas Yale dan program MFA Universitas Michigan, tempat dia memenangkan Hopwood Award untuk Novel-in-Progress. Yang menjadi topik novel ini adalah Vlad Tepes, si penyula (Vlad the Impaler) dari Wallachia atau terkenal dengan sebutan Dracula yang berarti anak laki-laki dracul (naga). Vlad si Penyula adalah bangsawan feodal di pegunungan Carpathian yang gemar menyiksa para tawanan perang dan rakyatnya sendiri dengan cara-cara kejam. Ia dibenci oleh rakyatnya dan musuh utamanya, kesultanan Ottoman. Ia tersohor sebagai tiran paling kejam dalam sejarah Eropa abad pertengahan yang diperkirakan membunuh lebih dari 20 ribu rakyatnya, orang Wallachia dan Transylvania, selama berkuasa. Vlad Dracula (bukan seperti Dracula vampir versi Bram Stoker) dikabarkan tewas dalam peperangan melawan orang-orang Turki di bawah kesultanan Ottoman dan dikuburkan di sebuah pulau di danau Snagow (Rumania). Oleh Kostova pencarian lokasi kuburan Vlad dijadikan sebagai penggerak keseluruhan cerita dalam novel ini.

Kisah The Historian diawali dengan penemuan sebuah buku tua bergambar naga dan surat-surat Profesor Bartholomew Rossi yang sudah menguning oleh seorang gadis remaja di perpustakaan ayahnya pada tahun 1972. Uniknya, sampai novel habis, Kostova tidak menyebutkan nama gadis yang berperan sebagai narator ini. Pada satu wawancara, Kostova menyatakan hal ini disengaja sebagai sebuah eksperimen literer karena ingin melihat apakah tanpa nama, dia bisa memberikan sebuah personalitas yang utuh buat sang narator. Dalam novel dikatakan bahwa nama si narator sama dengan nama ibu dari ibunya, yang juga tidak disebutkan namanya.

Penemuan gadis ini membawa kembali kenangan Paul, ayahnya, ke tahun 1954 ketika Paul menjadi mahasiswa sebuah universitas di Amerika dan tengah menyelesaikan disertasi dengan bimbingan Profesor Rossi. Paul menemukan buku bergambar naga tersebut, dan suatu malam setelah pembicaraan dengan Rossi, profesor itu menghilang secara misterius.

Buku Dracula karya Bram Stoker mempertemukan Paul dengan seorang gadis bernama Helen yang mengaku sebagai anak Rossi, hasil hubungan Rossi dengan seorang perempuan Transylvania, ketika si profesor melacak legenda Drakula di Rumania. Pertemuan dengan Helen berujung pada keputusan Paul untuk mencari kuburan Dracula, tempat Rossi dibawa pergi. Berdua mereka pergi ke Istanbul (Turki) mencari dokumen mengenai Vlad si Penyula. Dari Istanbul petualangan mereka berlanjut ke Hongaria dan Bulgaria. Di Bulgaria mereka berhasil menemukan Rossi, tetapi tidak Dracula.

Novel dibagi dalam 3 bagian besar yang setiap bagian diawali dengan kutipan buku Dracula karya Bram Stoker. Setiap bagian, secara paralel menceritakan 2 perjalanan kehidupan yang masing-masing berlatar tahun 1954 dan tahun 1972. Bagian pertama untuk tahun 1954 berakhir ketika Peter dan Helen memutuskan pergi ke Istanbul, sedangkan untuk tahun 1972 berakhir ketika Paul memutuskan mencari Helen, istri dan ibu anaknya yang meninggalkan mereka ketika anaknya baru berusia 9 bulan. Bagian kedua berisi pencarian Helen dan Paul ke Istanbul dan Rumania, di sisi lain berisi perjalanan si gadis tanpa nama dengan seorang mahasiswa Oxford bernama Barley dari Amsterdam menuju Les Bains, Prancis. Bagian ketiga berkisah tentang perjalanan penemuan kubur Dracula sekaligus tempat Rossi ditawan (1954) dan perjalanan si gadis dengan Bailey untuk menguji kebenaran petunjuk yang didapatnya dari sebuah buku di Oxford (1972). Petunjuk tersebut sekaligus menjadi kunci pembuka misteri berhubungan dengan apa yang dipaparkan dengan brilian pada bagian epilog.


Seperti judulnya, The Historian adalah kisah para sejarawan yang ingin menguak rahasia kubur Vlad Dracula. Kisah ini juga akan memberi tahu kita bahwa selain sebagai seorang bibliophile, Vlad sang tiran juga seorang sejarawan. Kostova dengan genial meracik sejarah dan imajinasi dalam sebuah novel dengan plot yang rancak. Plot digelar dalam keindahan eksotis lanskap negara-negara seperti Turki, Rumania, dan Bulgaria. Menurut pengakuan Kostova, ketika menulis novel ini, dia belum pernah ke Rumania. Kostova mengunjungi Turki ketika sedang menyelesaikan draft terakhir novel seraya melakukan penyesuaian isi, sedangkan pengetahuan Bulgaria selain didapat dari kunjungan ke sana, juga dari suaminya pria Bulgaria bernama Georgi Kostov. Cerita berkelindan dari tahun 2008, ke tahun 1972, tahun 1954, dan ke tahun 1930-an sebagian besar menggunakan teknik naratif epistolari. Kostova menggunakan teknik ini dengan alasan dia menyukai surat, riil atau fiktif, dan menurutnya dalam sebuah novel teknik seperti ini menerjemahkan kedekatan antara karakter-karakter yang ada dalam novel dengan pembaca. Meski demikian, cerita menggunakan epistolari, apalagi dengan cerita yang panjang membentuk plot dan berisi detail-detail, tidak akan luput dari kejanggalan. Adakah orang yang menulis surat seperti itu?

Novel disusun sangat unik, seperti buku sejarah yang dinarasikan sekronologis mungkin, oleh si gadis tanpa nama yang pada tahun 2008 telah berusia lima puluhan, telah menjadi seorang sejarawan dan dosen di Oxford. Perhatikan bahwa cerita telah digelindingkan sejak halaman Catatan untuk Pembaca (hlm. 7) yang merupakan pengantar si narator sebelum dia bercerita lebih lanjut. Ketika bagian pertama novel dibuka dengan kalimat, "Tahun 1972 aku baru berusia enam belas tahun-" Kostova tidak asal mencantumkan angka 16 tahun. Angka 16 tahun memiliki hubungan yang penting dengan cerita yang akan disampaikan selanjutnya.

Membaca The Historian agaknya memerlukan waktu khusus. Selain novelnya tebal seperti farmakope -sehingga tidak mudah dibawa untuk dibaca mengisi waktu luang di antara aktivitas (768 hlm), Kostova adalah pencerita dengan napas panjang. Walau umumnya isi per bab tidak terlalu panjang -kecuali pada bab tertentu seperti bab 73, Kostova bertutur dengan kalimat-kalimat panjang. Kendati begitu, semua bisa diikuti karena terjemahan edisi Indonesia yang dikerjakan oleh Andang H. Soetopo tergolong lancar dan enak dibaca. Tidak heran, karena sebelum The Historian, penerjemah yang satu ini juga telah menerjemahkan novel-novel seperti Interview with the Vampire, Discloser, The Juror, dan O Zahir.

The Historian yang pembuatannya menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun ini dipublikasikan pertama kali Juni 2005 dan menjadi best-seller. Kostova memperoleh $ 2 juta untuk hak publikasi yang diberikan kepada Little, Brown and Co kemudian $ 1,5 juta untuk hak pembuatan film yang dibeli oleh Sony. Douglas Wick, yang pernah menjadi produser film seperti Memoirs of Geisha; Gladiator; Stuart Little; Girl, Interrupted; Hollow Man akan menjadi produser film ini.



Data Buku:

Judul Buku : Sang Sejarawan
Judul Asli : The Historian
Penulis : Elizabeth Kostova
Penerjemah: Andang H. Soetopo
Terbit : cetakan 1, Januari 2007
Tebal : 768 halaman, 23 cm

The Expected One (Kathleen McGowan)




KEBENARAN ALA KATHLEEN McGOWAN


Maria Magdalena adalah salah satu perempuan terkenal dalam sejarah manusia yang sering dibicarakan, dipertanyakan, dan dijadikan bahan perdebatan. Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Injil kanonik, tetapi tidak ada deskripsi detail mengenai kehidupannya. Maria Magdalena disebutkan berasal dari Magdala, sebuah kota di tepi barat Laut (danau) Galilea yang daripadanya Yesus mengusir 7 roh jahat. Maria Magdalena dikenal sebagai salah satu perempuan yang melayani rombongan Yesus dengan kekayaan yang ia miliki, ikut dalam perjalanan menuju Yerusalem, menyaksikan prosesi penyaliban, dan menjadi saksi pertama kebangkitan Yesus. Nama Maria Magdalena juga muncul dalam Injil apokrif yang muncul bertahun-tahun kemudian setelah Injil kanonik. Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan perempuan ini. Sepanjang sejarah orang-orang yang kemelit telah menyusun berbagai hipotesis tentang siapa sesungguhnya sosok Maria Magdalena. Kehidupannya yang misterius menjadi buah bibir dan berkembang dalam berbagai tradisi lisan. Banyak penulis mengulik kehidupannya, dan karena keterbatasan sumber, hipotesis berdasarkan tradisi lisan dijadikan pijakan untuk menulis buku. Simpang-siur kehidupan Maria Magdalena menjelma dalam puluhan buku, dan hingga kini ada 28 buku fiksi tercatat dalam situs magdalene.org yang menjadikannya karakter dalam produk fantasi. Antara lain A Letter of Mary (Laurie B. King), Dark Moon (J. H. Brennan), Daughters of Jerusalem (Thom Lemmons), La Magdalena ( William M. Valtos), Magdalene (Carolyn Slaughter), dan The Scarlet Lily (Edward F. Murphy). The Expected One yang pembuatannya konon menghabiskan waktu hampir dua dasawarsa ini akan menambah daftar fiksi mengenai Maria Magdalena.

Berdasarkan pertanyaan Pontius Pilatus, salah satu tokoh penting di seputar peristiwa eksekusi Yesus yang saat itu memangku jabatan sebagai gubernur Romawi atas Yudea, Samaria, dan Idumea (26 - 36 ses Mas), dalam Injil Yohanes 18:38, Kathleen McGowan menggelontorkan novel yang terkesan provokatif sekaligus kontroversial.

"Apakah kebenaran itu?"

Sesudah ayat kutipan McGowan, kita memang tidak akan menemukan jawaban atas pertanyaan Pilatus ini. Pertanyaan seolah-olah dibiarkan mengambang oleh penulis Injil Yohanes (yang oleh beberapa kalangan dipandang sebagai tulisan Maria Magdalena, bukan Yohanes, murid Yesus, dan tesis ini rupanya juga digunakan McGowan dalam novel ini). Oleh karena itu, menurut McGowan, sebagai jurnalis, pertanyaan Pilatus telah menjadi mantra semua investigasi yang ia lakukan. Maria Magdalena menjadi salah satu topik riset kebenaran versi McGowan yang dieksplorasi melalui legenda; mitologi; kosmologi; hasil karya Abad Pertengahan, periode Renaisans, dan Barok; buku seperti Holy Blood, Holy Grail. Maka, lahirlah novel The Expected One, yang oleh Ufuk Press, untuk edisi Indonesia diberi judul Dia Yang Dinantikan, dengan embel-embel yang provokatif : Permusuhan Politis, Cinta Segitiga yang Rumit, dan Misteri Injil Tulisan Maria Magdalena Sendiri. Bagi McGowan, semua sumber yang dipulungnya secara eklektik, menjadi modal yang adekuat untuk menghadirkan Maria Magdalena sesuai gambaran kebenaran yang ia inginkan. Sebuah kebenaran yang aneh, bukan? Tidak heran, McGowan dengan bangga mengenakan label "antiakademik" dengan tulisan mencolok seperti yang diproklamasikannya pada bagian penutup novel.

Sebuah pertanyaan yang mungkin tercetus adalah: jika McGowan hendak menyampaikan kebenaran yang berpotensi menempelak keyakinan mapan yang sudah ada, mengapa dia memilih fiksi sebagai media distribusi kebenaran? McGowan telah menjawab sendiri : dia tidak mampu menciptakan bukti telak (hlm. 593). Karena, memang, secara ilmiah, sebagian besar yang dijadikan referensi McGowan untuk memperkuat gagasan dalam novelnya tidak akurat dan memiliki tingkat signifikansi yang rendah.

Sosok Maria Magdalena di tangan McGowan menjelma menjadi perempuan 'separuh' gambaran seniman. Perempuan mungil, berambut merah, menyimpan tengkorak, dan stoples narwastu. Identitas Maria Magdalena yang ditampilkan para seniman sebagai sosok seksi molek dengan tubuh seduktif yang mencitrakan perempuan nakal dipangkas oleh McGowan.

Karena secara akademis, sumber utama yang digunakan McGowan kemungkinan tidak dapat diterima - walau dia juga memulung ide dari Injil kanonik, bagi kalangan tertentu, tidak perlu merasa terbeban oleh perjalanan imajiner McGowan yang (alamak!) mengaku sebagai keturunan Maria Magdalena (sekaligus berarti keturunan Yesus). Tidak perlu merasa terintimidasi oleh puting-beliung yang diembuskan oleh McGowan yang memang secara tandas menunggangbalikkan semua spekulasi, termasuk spekulasi yang disorongkan oleh Dan Brown dalam The Da Vinci Code. Padahal, suka atau tidak dan apa pun dalih McGowan, novel ini akan tetap dipandang sebagai epigon, menambah kisruh ingar-bingar rumor kehidupan Maria Magdalena yang sudah seperti selebritas.

Dalam "dunia kebenaran" versi McGowan, Maria Magdalena bukan sekadar pribadi jelita yang menikah dengan Yesus seperti dalam The Da Vinci Code. Maria Magdalena juga didapuk sebagai janda tokoh terkenal, Yohanes Pembabtis (John the Baptist). Setelah kematian Yohanes Pembabtis, Yesus atau Easa ( panggilan yang konon digunakan Maria Magdalena) menikahi Maria Magdalena. Yohanes Pembabtis versi McGowan bukanlah nabi radikal yang dikenal secara umum, tetapi bajingan penganiaya istri yang memiliki kecemburuan menggunung pada Yesus, sepupunya. Bukan hanya itu. Lazarus yang dikenal sebagai saudara Marta dan Maria, berubah menjadi suami Marta. Putri Herodias -konon bernama Salome- yang meminta Herodes Antipas, ayah tirinya, memenggal kepala Yohanes Pembabtis menjadi pahlawan wanita. Herodias dibela dan dinyatakan sebagai pengikut Yesus. Untuk hal terakhir ini apa yang McGowan lakukan terasa menggelikan. Untuk memperburuk reputasi Yohanes Pembabtis, ia membenarkan tindakan Herodes Antipas dan Herodias. Entah McGowan sadar atau tidak akan kekonyolan gagasannya. Dalam Injil kanonik, Yohanes memang mengecam tindakan Herodes yang mengambil Herodias, istri Filipus, saudaranya, menjadi istrinya. Secara hukum Yahudi, apa yang dilakukan Herodes dan Herodias termasuk tindakan perzinahan mengingat pasangan masing-masing masih hidup. McGowan juga menyatakan bahwa Herodias adalah cucu Herodes Agung (hlm. 413), yang dikenal sebagai ayah dari Herodes Antipas sendiri. Bukankah hal ini hanya menegaskan betapa kehidupan istana Herodes bergelimang inses?

"Dunia kebenaran" McGowan juga membuat Paulus, salah satu rasul Kristen menjadi tokoh sesat sedangkan Yudas dan murid-murid Yesus yang lain menjadi sangat suci, tanpa cacat cela. Kesalahan yang dilakukan Yudas atau Petrus dinafikan McGowan dengan pembelaan versinya sendiri. Selain itu, Nostradamus, peramal terkenal berubah menjadi seorang plagiator. Sebagai pemulung eklektik, McGowan juga terkesan seenaknya memungut materi Perjanjian Lama dan menampinya untuk mendapatkan apa yang ia ingin. Contohnya argumennya mengenai pernikahan Yesus dengan Maria Magdalena yang sangat kedodoran. Ia mengacu pernikahan Yesus dan Maria Magdalena pada pernikahan Daud dan Mikhal, putri Saul sebagai penyatuan suku Benyamin dan Yehuda. Tentu saja kalau McGowan mau melakukan investigasi "kebenaran" lebih lanjut dan berbiaya murah karena cukup membaca Perjanjian Lama seakurat mungkin, dia akan menemukan bahwa sesungguhnya pernikahan Daud dan Mikhal bukan contoh pernikahan yang ideal. Pernikahan Mikhal dan Daud adalah permainan politik Saul. Pernikahan itu berjalan amburadul, dan akhirnya Saul memberikan Mikhal kepada laki-laki lain. Dari pernikahan itu, tidak ada anak yang dilahirkan. Nah, pernikahan model inikah yang diharapkan McGowan untuk dijadikan patokan atau panutan pernikahan Yesus dan Maria Magdalena, jika dan hanya jika, peristiwa itu memang pernah terjadi?

Terlepas dari kebenaran menggelikan ala McGowan, sesungguhnya ia merupakan pencerita yang baik. Novel The Expected One yang cukup tebal ditulisnya dengan gaya atraktif yang enak dibaca tanpa kesan membosankan. Hasil terjemahan edisi Indonesia juga cukup enak dicerna. Cerita dibuka dengan ditemukannya mayat Roger-Bernard Gelis, warga Pyrenees oleh nelayan Marseille, September 1997. Mayatnya dalam keadaan rusak, tanpa kepala dan jari telunjuk tangan kanan. Hanya sebentar, cerita sudah beralih ke peristiwa lain di Yerusalem. Maureen Paschal, seorang jurnalis Amerika yang sedang melakukan riset, berada di Via Dolorosa, menemukan sebuah cincin tembaga bergambar planet dan melihat visi-visi seputar prosesi penyaliban Yesus. Hasil riset Maureen dibukukan dengan judul Her Story: A Defense of History's Most Hated Heroins, yang salah satu tokohnya adalah Maria Magdalena.

Sebelumnya, McGowan menampilkan cerita ber-setting Gaul Selatan tahun 72, tentang Maria Magdalena tua yang tengah menyelesaikan tulisannya. Tulisan-tulisannya mewujud dalam 3 kitab yang kemudian disembunyikan di kaki bukit Pyrenees, Prancis barat daya. Tiga kitab ini memuat berbagai peristiwa yang ia alami dan karakter-karakter Perjanjian Baru -bukan Perjanjian Lama seperti yang dicantumkan pada halaman sampul belakang edisi Indonesia- dari perspektif Maria Magdalena sendiri. Tiga kitab ini disimpan dalam 2 stoples yang hanya bisa ditemukan oleh seseorang yang memenuhi kriteria l'attendue (Dia Yang Dinantikan) karena dilindungi oleh kekuatan alkemi.

Buku Maureen Paschal dengan gambar dirinya yang sedang memakai cincin yang didapatnya dari Via Dolorosa menyita perhatian bangsawan Languedoc, Berenger Sinclair, pemilik puri Apel Biru. Maureen diundang ke Prancis, tak lain karena ia dilihat sebagai sosok "Dia Yang Dinantikan" yang akan memecahkan misteri keberadaan tulisan tangan Maria Magdalena. Maureen pergi ke Prancis bersama sepupunya, Peter Healy seorang pastur dan dosen. Kemudian pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh seperti Tamara Wisdom, Roland Gelis, Jean-Claude, Derek Wainwright yang semuanya bersengkarut dalam misteri dan pertikaian yang dipicu oleh peristiwa yang dijabarkan Maria Magdalena dalam kitabnya.

Maria Magdalena diceritakan memiliki seorang anak laki-laki bernama Yohanes-Yusuf hasil hubungannya dengan Yohanes Pembabtis. Dari hubungannya dengan Yesus, lahir 2 anak, Sarah-Tamar (perempuan) dan Yeshua-Daud (laki-laki). Sarah-Tamar inilah yang kemudian menubuatkan Dia Yang Dinantikan. Dari hubungan Maria Magdalena-Yohanes Pembabtis-Yesus, tercipta sebuah konflik dengan 2 kubu, yaitu kubu pengikut Yohanes Pembabtis dan kubu pengikut Yesus (dan Maria Magdalena). Konflik antara kedua kubu ini telah menyebabkan banyak orang kehilangan nyawa. Nubuat Sarah-Tamar menjadi sangat berbahaya bagi kubu Yohanes Pembabtis sehingga mereka harus mencegah kehadiran Dia Yang Dinantikan, yaitu Maureen sendiri.

Tulisan tangan Maria Magdalena berhasil ditemukan oleh Maureen walau dia nyaris kehilangan nyawa. Peter Healy menerjemahkan tulisan yang menggunakan bahasa Yunani tersebut, kemudian diam-diam membawa pergi semuanya ke Paris.

Sebagai sebuah thriller, novel ini terasa kurang lengkap. McGowan sepertinya memang tidak bertujuan untuk menghadirkan novelnya sebagai thriller. Unsur thriller seperti yang ditemukan dalam novel-novel seperti The Da Vinci Code, Messiah, atau The Last Templar tidak kuat bergema di halaman-halaman novel. Konflik yang berpotensi menciptakan ketegangan, yaitu permusuhan kubu Yohanes Pembabtis dan kubu Yesus tidak digarap secara intens. Porsi terbesar novel dipakai McGowan untuk mengedepankan Injil Maria Magdalena yang seakan-akan disengaja untuk menciptakan kontroversi. Teknik yang dipakai McGowan juga mengingatkan pada kreasi Holywood yang sering mencengangkan saking bombastisnya. Pada beberapa tempat, bahkan bernuansa opera sabun. Sehingga, tak pelak, The Expected One tampil paradoksal. Pada satu sisi, mematahkan ide-ide Holywood seperti yang diangkat dalam film The Last Temptation of Christ (yang sesungguhnya berdasarkan novel Nikos Kazantzakis, tetapi menggambarkan Maria Magdalena sebagai pelacur). Tetapi pada sisi lain, bermuatan konflik khas Holywood (lihat saja kisah cinta 'segitiga' yang ada dalam novel ini).

Entah kenapa tulisan tangan Maria Magdalena harus disembunyikan begitu selesai ditulis. Apakah Sarah-Tamar yang kemudian mencetuskan nubuat 'Dia Yang Dinantikan' tidak cukup dipercaya ibunya untuk menerima warisan kemudian mewariskan lagi secara turun-temurun?

Lalu, mengapa 'kutipan' bagian tulisan tangan Maria Magdalena yang lain yang disebut Kitab Para Murid dilampirkan begitu saja di hampir semua bab? Sepertinya McGowan sendiri menjadi bingung saking banyaknya muatan gagasan yang hendak ia sampaikan.

Tulisan tangan Maria Magdalena pun terasa ganjil. Maria Magdalena seolah-olah hidup di masa kini sehingga tahu benar segala kontroversi dan perdebatan yang meliputi tokoh-tokoh Perjanjian Baru seperti Yudas, Petrus, Putri Herodias, dan Pilatus yang agaknya baru muncul berabad-abad kemudian. Maria Magdalena memang mengatakan ada orang dari Roma dan Efesus yang datang berkonsultasi dengannya, tetapi itu soal Paulus. Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk pembenaran tulisannya itu. (McGowan sempat mengatakan bahwa dia memiliki sumber materi, tetapi apa yang dimaksudkannya tidak dijelaskan). Pembelaan yang Maria Magdalena lakukan jelas bukan pembelaan Maria Magdalena, tetapi pembelaan McGowan sendiri.

Selain itu aksi pembelaan perempuan yang McGowan lakukan juga menimbulkan pertanyaan. McGowan jelas-jelas membela perzinahan ala Herodias di masa lalu, dan baca apa yang ditulis McGowan dalam kehidupan seorang perempuan masa kini yang 'sadar' dirinya merupakan keturunan orang-orang suci. Kalau Tamara Wisdom (Tammy) tahu betul genetikanya, mengapa dia mau tidur dengan Derek Wainwright tanpa terikat pernikahan? Tetapi itulah kebenaran ala McGowan.

Akhirnya, menyitir ucapan Maureen dalam novel yang juga dikutip McGowan dalam bagian penutup, "Sejarah bukanlah sesuatu yang telah terjadi. Sejarah adalah sesuatu yang dituliskan", bolehlah kita mengatakan, seperti yang juga disampaikan McGowan, bahwa buku ini adalah hasil kreasinya dengan agenda politiknya sendiri. Inilah versi dokumentasi Kathleen McGowan yang mungkin berpotensi, lagi-lagi seperti ungkapannya, "membuat kebenaran menjadi hilang selamanya".


Data Buku:

Judul Buku : Dia Yang Dinantikan
Judul Asli : The Expected One
Penulis : Kathleen McGowan
Penerjemah : Leinovar Bahfeyn & Lusia Nurdin
Penyunting : Leinovar Bahfeyn
Terbit : Cetakan 1, Februari 2007
Penerbit : Ufuk Press

Burung Kolibri Merah Dadu (Kurnia Effendi)



K
urnia Effendi, yang oleh teman-temannya sering disapa Kef, adalah penulis cerpen yang tumbuh di halaman-halaman majalah remaja seperti Gadis dan Anita Cemerlang. Sekarang ia dikenal sebagai seorang penulis cerpen prolifik. Dari lahan imajinasinya yang subur telah lahir 4 kumpulan cerpen yaitu Senapan Cinta (2004), Bercinta di Bawah Bulan (2004), Kincir Api (2005) dan Aura Negeri Cinta (2005). Kef adalah seorang cerpenis yang piawai, tangkas dalam seleksi diksi dan indah dalam perangkaian kata. Tuturannya seringkali lembut, bening dan halus. Oleh karena itu, ketika menggunakan nama Nia Effendi, banyak orang yang menyangka dia seorang perempuan. Cerpen-cerpen Kef yang umumnya merambah wilayah romantis selalu menarik. Tidak sekadar manis, tetapi gurih dan segar. Membaca rangkaian kata-katanya, meminjam ungkapan Meg Cabot (penulis serial The Princess Diaries) ketika mengomentari To Kill a Mockingbird karya Harper Lee, oleh Kef every word has been as carefully strung together as if it were a precious jewel. Saya kira, siapa pun yang telah membaca cerpen-cerpen Kef dalam setiap antologi cerpennya akan setuju.


Bertepatan dengan momen hari kasih sayang, 14 Februari 2007, Kef meluncurkan kumpulan cerpennya yang kelima bertajuk indah Burung Kolibri Merah Dadu. Burung Kolibri Merah Dadu adalah kumpulan cerpen Kef yang ditulis dalam rentang waktu 2 dekade lebih, sejak tahun 1983 (Langit Makin Ungu) sampai tahun 2006 (Cinta Separuh Malam). Oleh karena itu, antologi ini bagaikan rekaman perjalanan Kef dalam belantika sastra Indonesia menuju kematangannya berkarya. Buku ini membuktikan bahwa Kef bukan wajah baru dalam dunia sastra Indonesia karena dia telah meretas perjalanan yang tergolong panjang dan senantiasa bersetia pada jalur yang ia pilih. Meskipun karya-karya cerpennya baru mulai dibukukan pada tahun 2004.


Angsa Putih
terpilih sebagai sajian pembuka yang cantik. Ceritanya sebenarnya sangat sederhana. Kisah cinta yang tidak pasti antara Paramita dan Faisal, seorang pria yang hampir tidak percaya cinta dan kesetiaan. Faisal menghilang dari kehidupan Paramita dan sebuah patung porselen miniatur seekor angsa putih pemberiannya menjadi pengganti kehadirannya. Angsa putih disepakati oleh keduanya sebagai lambang kesetiaan, ide yang lahir setelah menonton film Out of Africa, karya Sydney Pollack dengan Meryl Streep dan Robert Redford sebagai pemeran utama. Tiba-tiba lambang kesetiaan dari porselen itu hancur berkeping-keping, padahal sudah dijaga sedemikian rupa oleh Paramita.


Sekalipun sangat sederhana, dengan mulus Kef berhasil mengolah cerita ini menggunakan perspektif penceritaan orang kedua yang begitu menawan, sehingga cerpen seakan-akan menjadi curhat seorang Paramita terutama kepada pembaca pria. Cerita yang diawali dengan sendu pada saat pecahnya patung porselen angsa putih, berakhir manis, bertolak belakang dengan kisah cinta dalam Out of Africa. Tak heran cerpen ini diposisikan sebagai sajian pembuka antologi cerpen laki-laki yang menggunakan nama sahabat-sahabatnya pada karakter rekaannya. Secara pribadi, saya berpendapat cerpen ini sebagai salah satu ekspresi kelembutan yang paling romantis dari Kef dalam antologi ini.

Tema cinta yang memiliki kecenderungan manis juga dapat ditemukan dalam Gerimis Februari dan Hari-hari Merah Jambu. Gerimis Februari diceritakan dengan kalem dan terkendali sebagaimana cinta yang berkembang dari persahabatan yang manis. Kef memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memberi akhir pada cerpen ini walau seperti pengakuannya ide ceritanya adalah kisah cinta dengan perempuan yang sekarang menjadi istrinya. Hari-hari Merah Jambu yang semanis judulnya terkesan bak film-film romantis Hollywood, apalagi dengan adegan kocak yang dilakukan Bram di bandara.

Walaupun masih seirama dengan cerpen-cerpen sebelumnya, Sekuntum Lily yang berkisah tentang cinta segitiga antara Fatin, Yuda, dan Uka menunjukkan bahwa meski sering rumit cinta tetap bisa memberikan harapan. Kerumitan cinta yang manis juga dapat ditemukan dalam Burung Kolibri Merah Dadu yang menceritakan tentang Fransiska yang kembali ke Indonesia setelah pergi keluar negeri pasca perceraian dengan Jimmy, suaminya. Fransiska akhirnya menemukan harapan cintanya pada Jodik Givara, seorang penyair yang mencintainya. Susan dalam Kemilau Senja menemukan cinta Lukas, lelaki yang pernah 'singgah' dalam hidupnya dan menghilang dari peredaran, di Mandalawangi. Sedangkan dalam cerpen yang panjang (Kef menyebutnya novela), Selamat Datang Matahari, Hanum menemukan matahari yang hilang karena ulah Joko Hindarto dalam kelembutan hati Dery, saudara kembar Nadia.

Cinta di tangan Kef tidak berarti selalu merah jambu. Dalam Langit Makin Ungu, Nana yang tidak sanggup melepaskan cengkeraman masa lalu menolak kehadiran Basunondo tetapi menyesali keputusannya saat pria itu memutuskan meninggalkan tanah air. Arga, seorang anak muda yang populer di antara gadis-gadis, harus menerima penolakan Seruni demi cinta perempuan lain, sebagai bentuk kebeningan hati gadis itu (Di Ujung Senja). Harry Sarjono, setelah menikmati kebersamaan yang indah dengan Keiko yang membuatnya berpikir tentang cinta, ditinggalkan Keiko dalam ketidakpastian (Berjalan di sekitar Ginza). Sepanjang Braga mengisahkan seorang penulis fiksi tanpa nama yang patah hati ditinggal mati gadis yang dicintainya.Tiga Ribu Kaki di Atas Bandung adalah kisah kasih tak sampai antara Katy dan Mahendra karena seorang gadis bernama Svetlana.

Dua cerpen, Merpati Stefani dan Cinta Separuh Malam seperti butir yang lepas dari rangkaian cerita Kef. Kedua cerpen ini tidak bercerita cinta seperti cerpen-cerpen lainnya. Cinta dalam Merpati Stefani adalah cinta seorang gadis bernama Stefani kepada sepasang merpati dan cinta burung-burung itu sendiri. Sedangkan Cinta Separuh Malam bertutur tentang pertemanan seorang penulis yang tidak lain adalah Kef di masa depan dengan seorang perempuan separuh baya pemilik toko buku.

Hal lain yang ditangkap pada eksplorasi Kef adalah pembubuhan kejutan pada akhir cerpen-cerpennya. Hari-hari Merah Jambu, Langit Makin Ungu, Di Ujung Senja menjadi contoh cerpen Kef dengan akhir yang mengejutkan.

Tetapi, Angsa Putih dan Sepanjang Braga akan menjadi favorit karena keindahan puitis yang mengiris yang ditorehkan Kef dengan elegan.

Seluruh cerpen Kef dalam buku ini walaupun terentang dalam kurun waktu yang cukup panjang memiliki persamaan yaitu disajikan dengan gaya romantis, bahasa apik, indah, dan menyentuh. Sehingga tema seperti Merpati Stefani dan Cinta Separuh Malam yang biasa-biasa saja masih tetap menarik dibaca. Bukan karena konflik yang disodorkan tetapi semata-mata karena gaya bercerita yang memikat. Pada beberapa cerpen lama Kef, rupanya secara sengaja ia mengadakan perubahan. Hal itu tampak pada penggunaan ponsel dan surat elektronik yang pada saat cerpen ditulis penggunaannya belum umum seperti sekarang. Padahal, mengingat kumcer ini seumpama rekaman perjalanan kepenulisan Kef, ia tidak perlu mengubahnya. Pencantuman kapan cerpen itu diterbitkan telah cukup menggambarkan setting waktu yang digunakan pengarang. Dan pembaca yang arif bisa memahaminya. Toh saat ini kita masih tetap membaca karya-karya yang tetap dipertahankan seperti awalnya meskipun zaman telah berubah. Apalagi bagi sebagian pembaca yang telah mengenal Kef membaca antologi ini akan menjadi semacam nostalgia.

Secara pribadi saya tidak sepakat jika cerpen-cerpen remaja Kef dibandingkan misalnya dengan teenlit dan dirasakan 'kuno' karena cara penyajiannya. Bahasa selalu berkembang, dan kita tahu pasti pada tahun-tahun keaktifan Kef menulis cerpen remaja, saat itu remaja juga sudah memiliki bahasa gaul sendiri. Tetapi ketika itu, Kef membuktikan dirinya bisa memikat para pembaca seperti yang diungkapkan Reda Gaudiamo (hlm. XV) tanpa memaksakan diri menggunakan bahasa gaul yang sering mengaburkan batas antara bahasa lisan dan tulisan. Pilihan Kef dengan bahasa yang apik dan indah justru menjadi semacam positioning bagi karya-karya yang dihasilkannya.

Pada tahun 2005, penerbit Grasindo bekerja sama dengan Radio Nederland Seksi Indonesia melaksanakan sayembara mengarang novel remaja (teenlit). Rumah Tumbuh karya Farah Hidayati berhasil menjadi pemenang pertama. Grasindo melabeli buku Farah dan pemenang lainnya dengan embel-embel "rasa baru" karena narasi yang disampaikan dengan bahasa yang baik. Jika membaca buku Rumah Tumbuh kita akan menemukan bagaimana Farah memakai bahasa yang baik saat bernarasi dan mengisi dialog-dialognya dengan menggunakan bahasa remaja pada tempat yang tepat. Hal semacam ini juga bisa ditemukan dalam Kana di Negeri Kana, karya Rosemary Kesauly yang menjadi juara pertama lomba novel teenlit Gramedia tahun 2005. Jadi, kenapa tidak, memberikan pembaca-pembaca remaja kita fiksi yang ditulis dengan indah, cerdas, dan menggunakan bahasa yang baik tetapi tetap tidak kehilangan irama dan gaya remaja? Apakah remaja-remaja Indonesia memang hanya menyukai fiksi yang sarat dengan bahasa gaul seperti yang digunakan kebanyakan penulis teenlit saat ini? Mungkin perlu dipertanyakan kembali.

Oleh karena itu, mendukungi harapan yang dikemukakan Reda Gaudiamo, semoga kumpulan cerpen cinta karya Kurnia Effendi ini akan menjadi media pembelajaran yang baik bagi pembaca muda Indonesia bahwa dengan menggunakan bahasa yang baik, apik, dan indah, cerpen remaja juga bisa tampil menohok.



Judul Buku:
Judul Buku : Burung Kolibri Merah Dadu
Penulis : Kurnia Effendi
Penyunting : Imam Risdiyanto
Terbit : Cetakan 1, Februari 2007
Penerbit : C| Publishing

Resep Cinta (Primadonna Angela)



RESEP CINTA PRIMADONNA ANGELA



Kendati sudah tidak remaja lagi, seperti halnya Meg Cabot penulis serial The Princess Diaries, Primadonna Angela atau Donna piawai menulis cerita-cerita remaja (teenlit). Hal ini dibuktikan Donna dengan menghasilkan novel-novel remaja seperti Belanglicious, Love at First Fall, dan Big Brother Complex. Menyambut Valentine Day, pada tanggal 13 Februari 2007, Gramedia Pustaka Utama merilis karya terbaru Donna berjudul Resep Cinta. Meskipun Donna mengaku lebih gampang mendapatkan judul berbahasa Inggris, kali ini Donna cukup percaya diri menjuduli novel teenlit-nya dengan bahasa Indonesia.

Hampir semua teenlit isinya senada seirama. Biasanya bermuatan cinta yang meliputi naksir, pacaran, putus cinta, sambung cinta, dan gosip-gosip ala remaja. Sehingga dengan sendirinya khusus untuk novel jenis ini telah terbentuk kelompok penggemar yang menyukai tema-tema yang itu-itu saja. Padahal seperti kata Donna (hlm. 168), menulis dan memasak sama saja. Hasil akhir kedua proses itu adalah sebuah hidangan yang siap disantap. Nah, seperti masakan, buku pasti akan menimbulkan kebosanan kalau temanya itu-itu saja. Sudah menggunakan bahan dasar yang identik, pengolahannya idem ditto. Tidak heran teenlit seperti karya Rosemary Kesauly yang berjudul Kana di Negeri Kana menjadi salah satu sajian teenlit yang sangat lezat dinikmati. Cerita terasa lebih gurih, diolah dengan menggunakan bahasa yang baik tanpa kehilangan aroma remaja, dan tidak melantur-lantur seperti kebanyakan teenlit hanya untuk menghasilkan sajian yang itu-itu saja.

Donna, dalam Resep Cinta, mungkin karena sudah bukan remaja seperti kebanyakan penulis teenlit, cukup berhasil mengendalikan gerak dan irama cerita novelnya. Sehingga meski mengusung tema cinta, Resep Cinta tidak terpuruk menjadi teenlit yang cerewet dan mubazir. Walaupun, kalau disimak teliti, seperti umumnya teenlit, kita masih bisa menemukan ungkapan-ungkapan khas remaja yang memiliki kecenderungan hiperbolis.

Suka atau tidak, teknik penyajian Donna akan mengingatkan pada teknik yang dipakai oleh Meg Cabot dalam novel-novel remajanya. Kita akan dihadapkan dengan gaya bercerita yang ceria, konyol dengan susunan yang tidak terlalu baku. Gaya yang sekaligus menyiratkan keluwesan dan kecerdasan sang penulis dalam menyampaikan gagasan.

Cinnamon Cherry, anak sepasang jagoan kuliner senang makan tetapi tidak bisa masak. Pertemuannya dengan Basil yang ternyata tetangga baru sekaligus anak baru di sekolahnya membuat Cherry ngotot belajar masak. Penyebabnya tidak lain karena Cherry jatuh cinta pada Basil sedangkan Basil mendambakan pacar yang jago masak.Ternyata untuk mendapatkan hati Basil (yang namanya memang sejenis bakteri, bukan sekedar mirip) merupakan pekerjaan yang sulit. Setelah belajar masak, Cherry harus berhadapan dengan saingannya, Maya Renggo, jagoan masakan Cina, anak pemilik Bakpau dan Siomay Meihan dan resto Chinese Food.

Untuk memperebutkan Basil, Maya menantang Cheery lomba masak dengan Basil sebagai juri. Siapa yang menang dia lah yang akan menjadi pacar Basil. Sebuah gagasan yang sangat konyol, merendahkan martabat, dan sangat memalukan. Dan untuk menambahkan bumbu kekonyolan, orang tua Maya dan Cherry mendukung adu masak tersebut. Bahkan untuk itu ayah Cherry mengajari putrinya resep pai andalan keluarga yang sangat tersohor.

Tentu saja Cherry gagal mendapatkan Basil karena pada akhirnya Cherry mengurungkan niat untuk membuat pai yang resepnya merupakan rahasia keluarga. Tetapi justru kekalahan Cherry berubah menjadi berkah ketika Perfect Pau didirikan di Orchard Road, Singapura.

Salah satu kekuatan Donna dalam bercerita adalah kemampuan memberikan kejutan menjelang akhir novel, dan ini tampak pada Resep Cinta. Kejutan yang disodorkan Donna memberi nilai lebih dibandingkan teenlit lain. Walaupun kejutan Donna terasa 'dewasa' jika mencerna rahasia di balik ketampanan Basil yang sesungguhnya.

Resep Cinta seperti judulnya mengandung resep-resep masakan yang menurut Donna merupakan hasil kreasi bersama ibunya. Donna mengombinasikan cerita dan resep-resep favoritnya (kecuali resep rahasia pai keluarga Cherry) dengan niat berbagi penuh perasaan cinta kepada pembaca. Oleh karena itu mata kita akan bersentuhan dengan nama-nama yang mengugah selera seperti spageti lemon, yummy chocolate cherry fudge, udang panggang istimewa, ayam madu cinta atau puding lemon salju.

Sayangnya oleh Donna resep-resep tersebut dilampirkan begitu saja di setiap akhir bab yang menyinggung jenis masakan tersebut. Padahal pelampiran resep seperti itu tidak berkontribusi pada jalinan cerita. Artinya jika resep itu tidak dilampirkan tidak akan mengurangi kandungan cerita. Ketika membaca ada kemungkinan pembaca akan mengabaikan resep-resep itu. Kalaupun pembaca tertarik, kemungkinan minat pembaca akan terpecah untuk menuntaskan novelnya atau segera mencoba resep yang ditawarkan Donna.

Berbeda dengan Like Water for Chocolate (1992) yang juga menggunakan resep-resep masakan sebagai salah satu formula novel. Sebagai penulis, Laura Esquivel tidak sekadar melampirkan resep-resep masakannya. Resep-resep masakan sekaligus proses masaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan cerita. Esquivel memulai setiap bab novel dengan resep yang berbeda. Setiap resep menimbulkan kenangan tersendiri akan peristiwa-peristiwa berbeda dalam hidup Tita, sang tokoh utama novel. Bagi yang sudah pernah membaca novel ini, pasti tidak bisa melupakan bagaimana salah satu resep Tita, Quail in Rose Petal Sauce, menyebabkan kehebohan karena siapa saja yang mencicipinya kehilangan kendali saking bergairah.

Dengan demikian, Resep Cinta belum menjadi karya utuh dengan ide menarik yang ingin disampaikan penulisnya. Asimilasi yang harmonis antara resep masakan, proses masak, dan konflik akan lebih berpotensi menghasilkan cerita yang jauh lebih matang dan memikat sekalipun ditujukan terutama untuk pembaca remaja.


Data Buku:

Judul Buku : RESEP CINTA
Penulis : Primadonna Angela
Tebal : 176 hlm; 20 cm

Terbit : Cetakan 1, Februari 2007
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


The Crystal Garden (Mohsen Makhmalbaf)




SAAT PENDERITAAN, SAAT BELAS KASIHAN



Mohsen Makhmalbaf terkenal sebagai sutradara, penulis, editor, dan produser yang film-filmnya telah diikutsertakan pada festival film internasional lebih dari 1000 kali. Dia telah memperoleh lebih dari 20 penghargaan. Selain itu, Mohsen telah mempublikasikan lebih kurang 27 buku yang telah diterjemahkan dalam lebih dari 10 bahasa. Dalam dunia perfilman Iran, keluarga Mohsen Makhmalbaf dikenal sebagai dinasti Makhmalbaf.Karena selain dia, istrinya, Marziyeh Meshkini, kedua putrinya yaitu Samira dan Hana telah mengukuhkan diri sebagai sutradara film. Sekarang Mohsen dan keluarganya tinggal di Kabul, Afghan, membantu mendirikan sekolah dan rumah sakit. Sebelumnya Mohsen Makhmalbaf telah sukses mengirim ribuan anak Afghan bersekolah di Iran.

The Crystal Garden adalah salah satu novel racikan lelaki kelahiran Teheran 29 Mei 1957 yang edisi Indonesianya diterbitkan oleh Dastan Books. Cerita berlatar Teheran, Iran pascarevolusi, saat perang Iran-Irak (1980 – 1988) berkecamuk. Hampir seluruh cerita terjadi di sebuah rumah besar dengan taman dan kolam yang disita negara dan pemiliknya lari keluar negeri. Ada berbagai perempuan dan berbagai kehidupan berkelindan di kamar-kamar pembantu rumah besar itu. Kita tidak akan menemukan cerita yang hanya digulirkan dari satu karakter. Tidak ada plot tunggal. Semua perempuan dalam novel menjadi karakter penting dengan plot kehidupan masing-masing yang dianyam Mohsen menjadi sebuah novel. Persamaan yang merekatkan mereka adalah mereka semua korban-korban perang. Meskipun tidak dalam arti terlibat langsung dalam peperangan.

Layeh, ditinggalkan suaminya, Mansur,yang gugur dalam perang dengan 2 anaknya, Salman dan Sareh dan seorang bayi yang masih dalam kandungan.Suatu ketika Layeh menerima pinangan seorang laki-laki bernama Karim karena dijodohkan orang-orang serumah. Tetapi ternyata Karim seorang tukang pukul dan tidak berniat menjadi ayah bagi anak-anak Layeh.Setelah Layeh keguguran, Karim menghilang dari kehidupannya.

Maliheh, seorang perempuan muda yang menikah dengan Hamid, veteran perang lumpuh dan telah kehilangan kemampuan reproduksi. Hamid sering meragukan cinta Maliheh. Maliheh memang mau menikahi Hamid karena percaya pengorbanan yang ia lakukan akan dibalas di akhirat. Padahal, sebagai perempuan, yang setiap hari melihat anak-anak teman serumah, Maliheh juga mendambakan anaknya sendiri.

Souri, seperti halnya Layeh ditinggalkan suaminya, Akbar, yang tewas dalam perang.Mereka telah memiliki 2 orang anak, Samireh dan Meysam. Souri tidak dekat dengan ibu mertuanya yang mempersalahkan Souri atas kematian anaknya. Souri dinikahkan oleh ayah mertuanya dengan adik suaminya, Ahmad. Ketika cinta mulai menyapa, terjadi sebuah peistiwa yang membuat Ahmad memutuskan ikut berperang. Souri ditinggalkan dalam keadaan hamil.

Alyeh, perempuan tua yang kehilangan 2 anaknya, Akbar dan Ahmad yang tewas dalam perang. Dan seolah tidak cukup, suaminya, Marshadi, juga nekat pergi berperang untuk kemudian tidak pernah kembali lagi.

Khorshid, mantan pembantu rumah besar yang dinikahkan dengan Ali, seorang pelayan,karena kecemburuan istri majikannya.. Ali ternyata tidak lebih dari seorang lelaki lemah yang kerjanya hanya duduk, mengeluh, dan mengisap candu.

Kehidupan para perempuan ini mencapai titik nadir ketika mereka digusur dari rumah besar. Di titik nadir tersebut, Souri melahirkan anak Ahmad. Souri yang lemah tidak bisa menyusui anaknya. Alyeh, ibu mertua Souri yang menjaga bayi Souri merasa putus asa karena tidak berdaya. Alyeh mendongak ke langit, mengigit bibirnya sampai berdarah, dan berteriak keras," Tuhan, di mana Engkau? Apa Kau tidak ada?" Satu pertanyaan yang mengiris hati. Pertanyaan yang bisa terucap oleh siapa pun ketika penderitaan yang menimpa terasa tidak tertanggungkan lagi dan seakan-akan Tuhan menutup mata atas semua yang terjadi. Pertanyaan yang sekaligus merupakan gugatan dari novel ini: siapakah penyebab penderitaan manusia? Tuhankah? Atau manusia sendiri?

Saat Alyeh berteriak lantang, teriakannya secara luar biasa disahut Tuhan. Tuhan tidak berada dalam peperangan. Tuhan sedang menanti terlewatnya ambang batas kemampuan manusia yang mengandalkan diri sendiri untuk memberikan kuasa-Nya yang penuh belas kasihan.

Mohsen menjalin kisah kehidupan manusia-manusia sengsara karena perang ini dengan indah dan apa adanya. Tidak ada yang dipaksakan. Tidak ada yang dibuat-buat. Kita akan dibawanya larut dalam kesedihan, penderitaan, ketakutan, harapan, dan ketidakberdayaan mereka. The Crystal Garden menjadi sebuah novel yang akan meninggalkan jejak yang tidak mudah terhapus dari benak pembaca, sajian yang memikat karena kepedihan yang disodorkan. Selain itu kita tidak akan mudah melupakan kalimat-kalimat indah Mohsen lewat bisikan hati dan kata-kata para tokoh yang diposisikan dengan sangat wajar pada tempatnya. Kita harus membaca sendiri untuk menemukan dan meresapi keindahan verbalisasi Mohsen.


Data Buku:

Judul Buku : The Crystal Garden
Penulis : Mohsen Makhmalbaf
Penerjemah : Elka Ferani
Penyunting : Melvi Yendra
Penerbit : Dastan Books, 2006

The Remains of the Day (Kazuo Ishiguro)




LELAKI YANG SEMBUNYI DI BALIK MARTABAT


Setelah sekitar 18 tahun diterbitkan untuk pertama kalinya di Inggris, akhirnya novel The Remains of the Day karya Kazuo Ishiguro yang menjadi pemenang Booker Prize tahun 1989 diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Femmy Syahrani yang pernah menerjemahkan Tsotsi (Bentang Pustaka, 2006) menyulih karya penulis berdarah Jepang ini ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Puing-Puing Kehidupan.

Inilah sebuah karya modern tentang kehidupan masa lalu yang terjadi di Inggris mengambil lokasi utama sebuah rumah kuno bernama Darlington Hall. Cerita digiring keluar dari rumah tersebut pada tahun 1956 dan melalui Stevens sebagai narator digerakkan pulang-pergi ke sekitar 30-an tahun sebelumnya. Saat cerita dimulai, Darlington Hall telah beralih kepemilikan dari keluarga bangsawan Darlington kepada John Farraday, seorang pria Amerika.

Atas saran Farraday dan keingintahuan misteri kehidupan di balik surat dari Kenton, bekas pengurus rumah tangga Darlington Hall, Stevens melakukan perjalanan mengelilingi pedesaan Inggris dengan tujuan akhir bertemu Kenton. Stevens mengira Kenton yang berpuluh tahun lalu meninggalkan Darlington Hall untuk menikah tidak bahagia dan ingin kembali bekerja di Darlington Hall. Kebetulan saat itu Stevens mulai menemukan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaanya. Dia berharap kehadiran Kenton akan membantu memberikan solusi.

Dalam perjalanan Stevens, kejadian-kejadian masa lalu yang berfokus pada seputar aktivitas Lord Darlington yang merambah wilayah politik disingkap. Diceritakan bahwa banyak keputusan politik dibicarakan dan diputuskan di Darlington Hall. Sebagai kepala pelayan di Darlington Hall, walau tidak terlibat, Stevens merasa bangga karena mengetahui sepotong-sepotong pembicaraan para orang terpandang. Dari cerita Stevens juga tersingkap bahwa hubungan Lord Darlington dengan orang-orang Jerman yang terlibat Nazi akhirnya menjatuhkan martabat Lord Darlington yang menurut Stevens sesungguhnya orang yang baik.

Kendati Stevens cukup banyak memberikan porsi pada kehidupan politik Lord Darlington dalam tuturannya, tetapi bukan itu sebenarnya yang menjadi inti pembicaraan Stevens. Stevens menceritakan seputar kehidupan Lord Darlington hanya untuk membeberkan kepada pembaca bahwa dengan menjadi kepala pelayan di Darlington Hall dia telah masuk dalam sebuah kelas terpandang Inggris (bahkan dunia) tempat martabatnya menjulang karena pengabdian yang dilakukannya. Bahkan demi martabatnya sebagai seorang kepala pelayan Inggris yang sebenarnya terkesan sangat kaku dan menggelikan, Stevens mengabaikan ayahnya, yang adalah salah satu stafnya, pada detik-detik terakhir kehidupan sang ayah.

Lebih jauh lagi, Stevens bahkan tidak mengenal cinta seorang perempuan dalam hidupnya gara-gara ambisi menjadi kepala pelayan bermartabat tinggi. Stevens telah menjadi lelaki tumpul kendati diam-diam Kenton mencintainya dan ingin membuatnya menjadi lebih manusiawi. Pada saat Kenton harus membuat keputusan terpenting dalam hidupnya, dia berupaya memberi tanda pada Stevens betapa dia mencintai laki-laki ini, tetapi si pengejar martabat tidak memahaminya. Baru menjelang pertemuan kembali dengan Kenton setelah berpisah puluhan tahun, Stevens menyadari kalau Kenton sesungguhnya mencintainya. Saat itu tentu saja Kenton bukan lagi seorang gadis pelayan, tetapi istri seorang laki-laki dan calon nenek bagi cucu-cucunya. Stevens juga sudah tua. Terbersit harapan di hati Stevens untuk membawa Kenton kembali ke Darlington Hall. Tetapi apakah Kenton benar-benar tidak bahagia seperti kesan yang ditangkap Stevens lewat surat terakhir perempuan itu? Atau hanya pikiran seorang laki-laki tua yang tidak berkembang karena tidak pernah mengenal cinta seorang perempuan dalam hidupnya dan merasakan romantika sebuah pernikahan?

Pertanyaan yang tersisa setelah membaca novel ini mungkin berada pada pertanyaan yang dilontarkan Kenton pada halaman 323 : "Anda sendiri bagaimana, Mr. Stevens? Apa yang menanti Anda di Darlington Hall di masa depan?" Pertanyaan telak yang dijawab Stevens dengan dangkal. Kerja, kerja, dan kerja lagi. Jawaban Stevens mungkin akan membuat miris pembaca yang berhati peka.

Keunikan novel ini adalah pengarang bukan seorang Inggris yang menceritakan kehidupan khas Inggris. Kazuo Ishiguro adalah penulis laki-laki kelahiran Nagasaki, Jepang, yang pindah ke Inggris pada usia 5 tahun. Antara lain dia telah menulis novel-novel seperti A Pale View of Hills (1982), An Artist of the Floating World (1986), The Unconsoled (1995), When We Were Orphans (2000) dan Never Let Me Go (2005). The Remains of the Day yang diterbitkan pertama kali tahun 1989 adalah salah satu buku laris yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan telah terjual sejuta lebih eksemplar dalam bahasa Inggris saja. Novel ini telah difilmkan dan dibintangi Anthony Hopkins sebagai Stevens dan Emma Thompson sebagai Kenton. Untuk upaya Kazuo Ishiguro dalam bidang sastra dia telah menerima lencana Order of the British Empire pada tahun 1995 dan tanda jasa Chevalier de L'Ordre des Arts et des Lettres pada tahun 1998.

Keunggulan edisi Indonesia ini adalah terjemahan yang bagus, kemasan yang baik dengan jenis huruf yang enak dibaca dan jelas. Mungkin ceritanya akan terkesan membosankan bagi sebagian orang. Tetapi bagi pencinta sastra novel ini adalah salah satu karya yang menawan dari dunia masa lalu Inggris yang dijahit oleh penulis masa kini.


Data Buku:

Judul: Puing-puing Kehidupan (The Remains of the Day)

Penulis: Kazuo Ishiguro

Penerjemah: Femmy Syahrani

Terbit: Cetakan 1, Januari 2007

Penerbit: Hikmah


After (Francis Chalifour)




SETELAH AYAHNYA PERGI


Apa yang terjadi dengan kita setelah orang yang dekat dengan kita atau yang kita sayangi meninggal dunia?

Suka atau tidak, kehidupan akan terus berlanjut dengan mengabaikan pikiran atau perasaan kita yang mungkin menjadi sensitif. Saat kehidupan berlanjut, kita baru bisa mengetahui apakah kita bisa bertahan atau tidak.

Ayah Francis, Ben, meninggal dunia ketika Francis sedang berkarya wisata di New York. Telepon dari ibunya meningkah acara Francis dan memintanya segera kembali ke Montreal. Francis merasa bersalah karena tidak berada di dekat ayahnya ketika Ben melakukan usaha bunuh diri dan berhasil. Sebelumnya Ben telah mencoba bunuh diri dan Francis mendapuk dirinya sebagai mata-mata untuk mencegah ayahnya melakukan hal bodoh itu lagi. Francis berpikir selama dia bisa mengawasi Ben, dia bisa menyelamatkan ayahnya.

Kehilangan ayah sudah menjadi masalah bagi Francis. Masih ditambah lagi dengan sebab kematian yang memalukan. Bagi Francis, berpredikat lebih miskin dari teman-temannya tidak separah dibandingkan menjadi anak dari seorang laki-laki yang bunuh diri. Di tengah metode mea culpa (mempersalahkan diri) yang diterapkannya,Francis juga dihinggapi ketakutan ibunya akan meninggalkan dia dan adiknya, Luc. Francis juga bingung bagaimana menjelaskan hakikat kematian Ben pada Luc. Luc menyangka suatu saat ayah mereka akan kembali.

Bacalah kalimat yang dilontarkan Luc, seperti di bawah ini:

"Kapan Papa pulang, Francis? Maman bilang dia sudah pergi untuk selamanya. Apa itu selamanya?"

"Bisakah Papa berhenti meninggal untuk ulang tahunku? Apakah aku membunuh Papa karena aku mengatakan padanya aku tidak menyayanginya lagi? Aku tidak benar-benar bermaksud mengatakannya, Francis."

Sampai suatu malam, Luc bermaksud menggantung anjingnya, Sputnik, karena ingin anjing itu menemukan sang ayah.

Sejalan dengan masalah kematian ayahnya akibat gantung diri, Francis dihadapkan dengan masalah remaja. Francis jatuh cinta pada seorang gadis yang tidak mencintainya. Ketika cintanya ditolak, ibunya malah sukses menjalin cinta dengan seorang laki-laki bertopi hijau. Francis protes dan menghasut Luc untuk menampik kehadiran pengganti ayah mereka.

Kemudian satu memo bertanggal 14 Agustus 1953 membuat Francis memutuskan meninggalkan semua rasa sakit, frustrasi, kemarahan dan segala kekonyolan yang telah ia lakukan. Francis meninggalkan Montreal menuju Toronto dengan harapan untuk melakukan kekonyolan yang lain!

After yang dimasukkan dalam kategori novel TeenLit oleh Gramedia Pustaka Utama merupakan hasil karya Francis Chalifour seorang guru ilmu sosial di Toronto, Canada. Kisah Francis (seperti nama si penulis) rupanya berangkat dari minat penulis yang mengambil spesialisasi pengaruh proses berduka dalam pembelajaran anak di University of Ottawa. Sebelum After, Chalifour telah menulis novel dalam bahasa Prancis dengan judul Zoom Papaye.

After yang diindonesiakan sebagai Luc dan Aku menurut saya kurang kena karena cerita justru lebih fokus pada keadaan kejiwaan Francis pasca meninggalnya sang ayah dan bukan, misalnya, hubungan dengan adiknya dalam mengatasi kepedihan.

Teenlit versi Gramedia ini disajikan dengan huruf-huruf yang cukup besar sehingga sangat ramah mata. Selain itu, karena cerita mengalir lancar dan cepat, kita hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk menyudahinya.


Data Buku:

Judul Buku : LUC dan AKU
Judul Asli : AFTER
Penulis : Francis Chalifour
Penerjemah : Alexandra Karina
Terbit : Januari, 2007
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Kantring Genjer-genjer (Teguh Winarsho AS)




KANTRING YANG TIDAK BIKIN 'KANTRING'


Teguh Winarsho AS adalah seorang penulis Indonesia yang cukup produktif. Selain telah menghasilkan kumpulan cerpen seperti Bidadari Bersayap Belati, Perempuan Semua Orang, Kabar dari Langit, dan Tato Naga, Teguh juga telah menulis novel-novel seperti Tunggu Aku di Ulegle, Jadikan Aku Pacar Gelapmu, dan beberapa novel yang dipublikasikan lewat koran seperti Suara Pembaruan, Sinar Harapan, dan Republika.

Kantring Genjer-genjer adalah novel Teguh yang diterbitkan oleh PUstaka puJAngga (tulisannya memang demikian) yang berlokasi di Lamongan dengan embel-embel dari kitab kuning sampai komunis. Embel-embel ini sama sekali tidak berpengaruh signifikan pada isi cerita. Yang jelas, sampulnya, terutama sampul belakang, tidak akan ditemukan hubungannya dengan cerita yang ada.

Judul novel mungkin akan menyebabkan kebingungan seperti judulnya pada sebagian pembaca. Apa maksud judul ini? Kantring dan Genjer-genjer. Apakah karena pembaca bisa dibuat bingung oleh novel ini? Ataukah lagu genjer-genjer itu memang membingungkan? Semoga saja semua pembaca, apalagi yang tidak berlatar belakang Jawa mengerti arti judul yang sama sekali tidak ada penjelasan dari pengarang (bandingkan dengan Kalatidha karya Seno Gumira Ajidarma). Ataukah novel ini memang ditargetkan untuk pembaca dari suku Jawa? Karena selanjutnya, pembaca akan disuguhkan banyak kata dalam bahasa Jawa. Semoga saja, dengan tidak ada padanan kata bahasa Indonesia yang diberikan, pembaca bisa dhong (=mengerti) apa yang diinginkan pengarang.

Lepas dari itu, Kantring Genjer-genjer adalah sebuah novel yang cukup menarik. Temanya mungkin sudah biasa. Ada mistik, ada sejarah, sehingga ada ontran-ontran (=geger, kekacauan). Soal mistik mungkin sudah sejak dahulu kita kenal. Tapi sejarah, apalagi yang berbicara masalah seputar peristiwa Lubang Buaya sepertinya baru mengemuka secara bebas pasca reformasi. Sekarang kedua tema ini sudah terasa sangat biasa. Bahkan mungkin ada yang sudah bosan. Untuk itu kepiawaian penulis diperlukan untuk menciptakan karya yang menarik sangat dibutuhkan. Salah satunya tentu saja adalah gaya bercerita. Dan itulah yang rupanya diandalkan oleh Teguh.

Kantring Genjer-genjer dipintal menjadi novel dari tujuh bab yang dijalin berdasarkan pengalaman tokoh aku dan cerita yang didengarnya dari seorang laki-laki tua yang dijumpainya sewaktu kembali ke dusun Panjen.

Adalah Sadikin, seorang pengangkut batu di kali Krasak, selamat dari godaan iblis perempuan penghuni kali (?) tetapi berulang kali mencoba mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Ternyata Sadikin tetap tidak mati-mati. Orang-orang Panjen menganggapnya sakti dan ingin berguru padanya. Maka Sadikin mendirikan padepokan dengan mengangkat Ki Sangir sebagai kepala dengan tujuan untuk mendapatkan kekayaan. Padepokan tersebut berkembang dengan pesat dan menyedot ratusan cantrik (=murid atau santri) dengan jualan utama ilmu pati sukma. Ki Sangir meyakinkan pada orang-orang bahwa semua ilmu yang ia ajarkan adalah atas izin Gusti Allah. Padahal arah kiblat saja dia tidak tahu.

Kyai Barnawi, pemilik pesantren tua yang nyaris ambruk murka karena 15 santrinya beralih ke padepokan Sadikin. Kemurkaannya membuat Ki Sangir menganggapnya sebagai ancaman besar bagi padepokan. Untuk melawan Barnawi, Sangir memutuskan memperistri perempuan iblis penunggu kali Krasak yang dinamainya sebagai Nyi Ratu Krasak. Padahal anak Sangir dari istri tuanya (yang ternyata bernama Kantring) menjadi santri pesantren Barnawi. Untuk mencegah hal yang dikhawatirkan Sadikin bahwa anak Sangir akan bersatu dengan Barnawi untuk melawan ayahnya, Sangir memutuskan mengirim anaknya menjadi tentara. Dalam hati, Sadikin ingin menyingkirkan Sangir agar tetap menjadi orang nomor satu di padepokan dan bisa mendapatkan tubuh molek Suni, istri muda Sangir.

Padepokan Sadikin dibangun menjadi lebih megah dengan batu-batu kali Krasak tanpa gangguan Nyi Ratu Krasak, kemudian dirayakan dengan pesta mabuk-mabukan dan seks. Tidak mau kalah pamor di mata orang-orang Panjen, Barnawi menyuruh santri-santrinya untuk menjarah orang-orang Panjen dengan alasan semua yang ada di muka bumi dan langit adalah milik Gusti Allah, jadi itu juga adalah rizki Gusti Allah bagi mereka. Bersamaan dengan penjarahan yang dilakukan santri-santrinya, Kyai Barnawi mendoakan keselamatan mereka. Kemudian dengan hasil penjarahan, pesantren direnovasi dan Barnawi menambah koleksi istri.

Sementara itu, Sadikin menjalankan rencana untuk membunuh Sangir. Setelah 3 rencana yang disusunnya gagal diterapkan, Sadikin mencoba rencana keempat. Namun, pada saat menjalankan rencana keempat, Sangir menyantet Sadikin sampai akhirnya laki-laki itu mati.

Permusuhan Sangir dan Barnawi terus merebak sampai pasca peristiwa Lubang Buaya. Barnawi memanfaatkan situasi yang panas dengan menuduh Sangir sebagai antek PKI. Barnawi terbunuh. Kodim turun tangan. Para tentara melancarkan aksi pembunuhan masal. Tapi Sangir menghilang.

Selain kisah permusuhan di atas, diceritakan juga tentang si aku yang baru pulang ke dusunnya dan berkali-kali diperkosa oleh Nyi Ratu Krasak. Tokoh aku inilah yang menjadi anak Sangir dari istri tuanya, Kantring. Dia jadi santri di pesantren Barnawi, kemudian dikirim Sangir untuk menjadi tentara. Pada saat tokoh aku bercerita, dia baru kembali dari Jakarta setelah peristiwa yang dikenal sebagai G30SPKI. Tokoh aku ini terlibat penculikan para jenderal dan ikut membunuh mereka di Lubang Buaya. Pada saat para tentara yang ditugaskan menculik dan membunuh para jenderal digaruk untuk dibunuh, si aku melarikan diri hingga kembali ke dusunnya.

Tapi tepat saat si aku merasa dusunnya sudah tidak aman baginya dan memutuskan pergi, dia dihadapkan dengan pilihan berat yang harus diambilnya di bawah todongan pistol.

* * *

Seluruh cerita yang kita baca adalah laporan si aku pada Kantring, ibunya yang telah meninggal. Kantring, seperti namanya, memiliki rahasia yang membuatnya kebingungan sebenarnya anaknya itu hasil hubungan dengan Sangir atau Barnawi yang diam-diam kawin siri dengannya. Siapa ayah kandung si aku, tidak ada jawaban hingga cerita berakhir.

Seperti disebut sebelumnya cerita dijalin dari pengalaman si aku dan cerita yang didengarnya dari seorang laki-laki tua pengangkut batu yang kemudian mati dibunuh. Mengingat sebagian besar cerita didasarkan pada penuturan si laki-laki tua, pada banyak tempat terasa janggal membaca detail yang disampaikan, apalagi mencakup hal-hal pribadi yang hanya diketahui oleh Ki Sangir, Kyai Barnawi, dan Sadikin. Misalnya, dari mana si tua tahu eksperimen seksual yang dilakukan Sadikin dengan seekor angsa? (Hal. 22). Bagaimana si tua tahu isi hati dan kepala para tokoh yang kemudian disampaikan kembali si aku?

Selain beberapa kesalahan cetak, kita juga akan menjumpai kata yang terkesan tidak tepat disampaikan pada saat cerita yang kita baca berlangsung. Contohnya kata doktrin pada hal. 21 atau orgasme pada hal. 39. Benarkah kata-kata ini lazim diucapkan oleh orang dusun waktu itu?

Tapi coba simak nakal-nya Teguh. Terlepas dari benar-tidaknya peran Soeharto di balik peristiwa Lubang Buaya, coba baca teliti, siapa sesungguhnya sosok Lasmi yang mengajak si aku bercinta dan menceritakan rahasia di balik peristiwa Lubang Buaya tersebut. Bacalah hal. 108 untuk menegaskan jawabannya.

Satu hal lagi. Siapakah nama tokoh aku yang sesungguhnya? Hanya bisa ditemukan di kalimat terakhir novel. Untuk yang pernah belajar sejarah mungkin bisa menghubung-hubungkan sendiri.

Secara keseluruhan, Kantring Genjer-genjer adalah novel yang cerdas, jenaka, dan berani.



Data Buku:

Judul Buku : Kantring Genjer-genjer
Penulis : Teguh Winarsho AS
Terbit : Cetakan Pertama, Februari 2007
Penerbit : PUstaka puJAngga